Monthly Archives: September 2013

PANTUN NASEHAT

Standard

Kalau harimau sedang mengaum
Bunyinya sangat berirama
Kalau ada ulangan umum
Marilah kita belajar bersama
================================
Hati-hati menyeberang
Jangan sampai titian patah
Hati-hati di rantau orang
Jangan sampai berbuat salah
================================
Manis jangan lekas ditelan
Pahit jangan lekas dimuntahkan
Mati semut karena manisan
Manis itu bahaya makanan.
================================
Buah berangan dari Jawa
Kain terjemur disampaian
Jangan diri dapat kecewa
Lihat contoh kiri dan kanan
================================
Di tepi kali saya menyinggah
Menghilang penat menahan jerat
Orang tua jangan disanggah
Agar selamat dunia akhirat
================================
Tumbuh merata pohon tebu
Pergi ke pasar membeli daging
Banyak harta miskin ilmu
Bagai rumah tidak berdinding
================================
Pinang muda dibelah dua
Anak burung mati diranggah
Dari muda sampai ke tua
Ajaran baik jangan diubah
================================
Anak ayam turun sepuluh
Mati satu tinggal sembilan
Tuntutlah ilmu dengan sungguh-sungguh
Supaya engkau tidak ketinggalan
================================
Anak ayam turun sembilan
Mati satu tinggal delapan
Ilmu boleh sedikit ketinggalan
Tapi jangan sampai putus harapan
================================
Anak ayam turun delapan
Mati satu tinggal lah tujuh
Hidup harus penuh harapan
Jadikan itu jalan yang dituju
================================
Ada ubi ada talas
Ada budi ada balas
Sebab pulut santan binasa
Sebab mulut badan merana
=====================
Jalan kelam disangka terang
Hati kelam disangka suci
Akal pendek banyak dipandang
Janganlah hati kita dikunci
================================
Bunga mawar bunga melati
Kala dicium harum baunya
Banyak cara sembuhkan hati
Baca Quran paham maknanya
================================
Ilmu insan setitik embun
Tiada umat sepandai Nabi
Kala nyawa tinggal diubun
Turutlah ilmu insan nan mati
================================
Ke hulu membuat pagar,
Jangan terpotong batang durian;
Cari guru tempat belajar,
Supaya jangan sesal kemudian.
================================
Tiap nafas tiadalah kekal,
Siapkan bekal menjelang wafat.
Turutlah Nabi siapkan bekal,
Dengan sebar ilmu manfaat.
================================
Pinang muda dibelah dua
Anak burung mati diranggah
Dari muda sampai ke tua
Ajaran baik jangan diubah
================================
Anak ayam turun sepuluh
Mati satu tinggal sembilan
Tuntutlah ilmu dengan sungguh-sungguh
Supaya engkau tidak ketinggalan
================================
Anak ayam turun sembilan
Mati satu tinggal delapan
Ilmu boleh sedikit ketinggalan
Tapi jangan sampai putus harapan
================================
Anak ayam turun delapan
Mati satu tinggal lah tujuh
Hidup harus penuh harapan
Jadikan itu jalan yang dituju
================================
Ada ubi ada talas
Ada budi ada balas
Sebab pulut santan binasa
Sebab mulut badan merana
================================
Manis jangan lekas ditelan
Pahit jangan lekas dimuntahkan
Mati semut karena manisan
Manis itu bahaya makanan.
================================
Buah berangan dari Jawa
Kain terjemur disampaian
Jangan diri dapat kecewa
Lihat contoh kiri dan kanan
================================
Di tepi kali saya menyinggah
Menghilang penat menahan jerat
Orang tua jangan disanggah
Agar selamat dunia akhirat
================================
Tumbuh merata pohon tebu
Pergi ke pasar membeli daging
Banyak harta miskin ilmu
Bagai rumah tidak berdinding
================================
Di tepi kali saya menyinggah
Menghilang penat menahan jerat
Orang tua jangan disanggah
Agar selamat dunia akhirat

================================
Jalan kelam disangka terang
Hati kelam disangka suci
Akal pendek banyak dipandang
Janganlah hati kita dikunci
================================
Bunga mawar bunga melati
Kala dicium harum baunya
Banyak cara sembuhkan hati
Baca Quran paham maknanya
================================
Apa guna berkain batik
Kalau tidak dengan sucinya?
Apa guna beristeri cantik
Kalau tidak dengan budinya
================================
Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian
================================
Buah cempedak diluar pagar
Ambil galah tolong jolokkan
Saya budak baru belajar
Kalau salah tolong tunjukkan
================================
Ilmu insan setitik embun
Tiada umat sepandai Nabi
Kala nyawa tinggal diubun
Turutlah ilmu insan nan mati
================================
Ke hulu membuat pagar,
Jangan terpotong batang durian;
Cari guru tempat belajar,
Supaya jangan sesal kemudian.
================================
Tiap nafas tiadalah kekal,
Siapkan bekal menjelang wafat.
Turutlah Nabi siapkan bekal,
Dengan sebar ilmu manfaat.

Lirik Lagu Carly Rae Jepsen

Standard

I wanna smash your fears
And get drunken off your tears
Don’t you share your smile with anyone else but me
I wanna touch your heart
I wanna crush it in my hands
Make you plead and cry as you give up all the lies

We’re not lovers
But more than friends
Put a flame to every single word you ever said
No more crying
To get me through
I’ll keep dancing till the morning with somebody new
Tonight I’m getting over you
Tonight I’m getting over you
Tonight I’m getting over you
Tonight I’m getting over you
Over you
Over you

Stuck in a real bad dream
And man, it feels so new to me
Should be in your arms but I’m begging at your feet
It’s been a real hard night
And I just hold my pillow tight
You won’t love me back, no,
It’s not you and I

We’re not lovers
But more than friends
Put a flame to every single word you ever said
No more cryin’ (no more cryin’) to get me through (to get me through)
I’ll keep dancing till the morning with somebody new
Tonight I’m getting over you
Tonight I’m getting over you
Tonight I’m getting over you
Tonight I’m getting over you
Over you
Over you
Tonight I’m getting over you
Tonight I’m getting over you
Tonight I’m getting over you
Over you
Over you

[in the background: “Tonight I’m getting over you.”]
We’re not lovers
But more than friends
Put a flame to every single word you ever said
No more crying
To get me through
I’ll keep dancing till the morning with somebody new
Tonight I’m getting over you

Lirik Lagu Henry – Trap

Standard

Umjigil su eobseo wae naneun mugeowojyeo gagiman hae
Ne mam guseoge nohyeojin chae nohin chae yeah
Nege dako sipeunde geujeo keomkeomhan i eodum soge
Jakku garaanja gateun gose geu gose yeah

Ne aneseo jeomjeom nan ichyeojyeo ga
Neul meomulleo inneun i sarang ane oh nan i’m trapped i’m trapped

Naneun jichyeoga na honjaseoman kkumeul kkugo innabwa
Sege heundeureo nareul kkaewojugenni kkaewojugenni i’m trapped i’m trapped
Nan nareul irheoga neo eobsin naui ireum jocha gieogi an na
Ijen ne aneseo nareul nohajugenni nohajugenni i’m trapped i’m trapped
I’m trapped oh~ i’m trapped oh~

Neowa nan ireoke dallajyeo ganeunde
Neoui kkeuchi eomneun yoksime geu yoksime
Neoraneun saejange jageun saejang ane beoryeojin sae
Naragal su jocha nan eomneunde eomneunde yeah

Ne aneseo jeomjeom nan yakhaejyeo ga
Neul meomulleo inneun i sarang ane oh nan i’m trapped i’m trapped

Naneun jichyeoga na honjaseoman kkumeul kkugo innabwa
Sege heundeureo nareul kkaewojugenni kkaewojugenni i’m trapped i’m trapped
Nan nareul irheoga neo eobsin naui ireum jocha gieogi an na
Ijen ne aneseo nareul nohajugenni nohajugenni i’m trapped i’m trapped
I’m trapped oh~ i’m trapped oh~

I’m trapped oh~ i’m trapped yeah~

Neol itgo sipeo (neol itgo sipeo) naragago sipeo (naragago sipeo)
Neol naeryeonoko (neol naeryeonoko) jayuropgo sipeo (jayuropgo sipeo)

Naneun jichyeoga na honjaseoman kkumeul kkugo innabwa
Sege heundeureo nareul kkaewojugenni kkaewojugenni i’m trapped i’m trapped
Nan nareul irheoga neo eobsin naui ireum jocha gieogi an na
Ijen ne aneseo nareul nohajugenni nohajugenni i’m trapped i’m trapped
I’m trapped oh~ i’m trapped oh~ (x2)

I’m trapped oh~ ooh~ ooh~

PENGERTIAN DAN DEFINISI SENI SEBAGAI ESTETIKA DAN KREATIVITAS

Standard

A. PENGERTIAN DAN DEFINISI
Mengapresiasi artinya berusaha mengerti tentang seni dan menjadi peka terhadap segi-segi di dalamnya, sehinga secara sadar mampu menikmati dan menilai karya dengan semestinya.

Seni adalah salah satu unsur kebudayaan yang tumbuh dan berkembang sejajar dengan perkembangan manusia selaku penggubah dan penikmat seni.

Kebudayaan adalah hasil pemikiran, karya dan segala aktivitas (bukan perbuatan),yang merefleksikan naluri secara murni.

Seni memiliki nilai estetis (indah) yang disukai oleh manusia dan mengandung ide-ide yang dinyatakan dalam bentuk aktivitas atau rupa sebagai lambang.
Dengan seni kita dapat memperoleh kenikmatan sebagai akibat dari refleksi perasaan terhadap stimulus yang kita terima. Kenikmatan seni bukanlah kenikmatan fisik lahiriah, melainkan kenikmatan batiniah yang muncul bila kita menangkap dan merasakan simbol-simbol estetika dari penggubah seni. Dalam hal ini seni memiliki nilai spiritual.

Kedalaman dan kompleksitas seni menyebabkan para ahli membuat definisi seni untuk mempermudah pendekatan kita dalam memahami dan menilai seni. Konsep yang muncul bervariasi sesuai dengan latar belakang pemahaman, penghayatan, dan pandangan ahli tersebut terhadap seni.

Beberapa definisi tersebut antara lain :

1. Ensiklopedia Indonesia
Seni adalah penciptaan benda atau segala hal yang karena keindahan bentuknya, orang senang melihat atau mendengar.

2. Ki Hajar Dewantara
Seni merupakan perbuatan manusia (penggubah) yang timbul dari perasaannya dan bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa dan perasaan manusia (penerima).

3. Achdiat Kartamihardja
Seni adalah kegiatan rohani manusia yang merefleksikan realitas ke dalam suatu karya. Bentuk dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam batin penerimanya.

4. Aristoteles
Seni adalah peniruan bentuk alam dengan kreatifitas dan ide penggubahnya agar lebih indah.

5. Leo Tolstoy
Seni adalah suatu kegiatan manusia (penggubah) yang secara sadar dengan perantara tanda-tanda lahiriah tertentu menyampaikan perasaan-perasaan yang telah dihayatinya kepada orang lain (penerima) sehingga ikut merasakan perasaan-perasaan seperti yang ia (penggubah) alami.

6. Schopenhauer
Seni adalah suatu usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan. Meskipun musik adalah seni yang paling abstrak, tapi tiap orang menyukainya.

7. Thomas Munro
Seni adalah alat buatan manusia (penggubah) untuk menimbulkan efek-efek psikologis atas manusia lain (penerima) yang melihatnya. Efek-efek tersebut mencakup segala tanggapan yang berwujud pengamatan, pengenalan, imajinasi yang rasional maupun yang emosional.

B. SENI SEBAGAI ESTETIKA
Estetika berada di luar lingkup logika ataupun etika. Definisi menurut para ahli sebagai langkah pendekatan memahaminya antara lain sebagai berikut.

1. Al Ghazali
Keindahan suatu benda terletak pada perwujudan dari kesempurnaan karakteristik benda itu dan ditambah dengan adanya jiwa atau roh di dalamnya.

2. Alexander Baumgarten
Keindahan itu dipandang sebagai kesatuan yang merupakan susunan yang teratur dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan erat satu dengan yang lain secara keseluruhan.

3. Herbert Read
Keindahan adalah suatu kesatuan hubungan formal dari pengamatan yang menimbulkan rasa senang.

4. Immanuel kant
Keindahan ditinjau dari dua sisi, yaitu:
Objektif : Keindahan adalah keserasian suatu objek terhadap tujuan yang dikandungnya, sejauh objek tersebut tidak ditinjau dari segi fungsi.

Subjektif : Keindahan adalah sesuatu yang tanpa direnungkan dengan logika dan konsep dan tanpa disangkutpautkan dengan kegunaan praktis dapat mendatangkan rasa senang pada si penghayat.

5. Zulser
Keindahan adalah sesuatu yang baik dan dapat memupuk rasa moral.

6. Thomas Aquines
Keindahan akan terbentuk jika memenuhi 3 syarat, yaitu adanya :
a. Integritas (kesatuan) atau kesempurnaan,
b. Proporsi yang tepat dan harmonis.
c. Klaritas (kejelasan).

Penganut teori objektif menempatkan rasa estetis lebih utama sehingga memliki konsep, pola pikir, atau alasan logis mengapa sesuatu itu dikatakan indah. Penganut teori subjektif meletakkan keindahan secara pribadi dalam diri si penikmat karya seni sehinga tidak dapat memberi alasan mengapa sesuatu itu dikatakan indah.

Keindahan seni adalah keindahan ekspresi, kreasi seniman. Jadi, pemandangan alam bukan keindahan seni.

C. SENI SEBAGAI KREATIVITAS
Manusia memiliki kelebihan berupa akal pikiran, kalbu, emosi, nafsu, dan kemampuan membuat sesuatu. Usaha menggunakan akal pikiran untuk membuat sesuatu (kreasi) yang baru, baik, nyata atau abstrak disebut kreativitas. Proses kreasi seni mempunyai ciri khusus antara lain seperti dibawah ini.

1. Unik
Unik artinya sesuatu yang lain dari pada yang lain, yang belum pernah dibuat orang sebelumnya, baik dalam hal ide, teknik, dan media. Alangkah baiknya jika karya senimu adalah hasil kreasimu sendiri, bukan mencontoh dari yang sudah ada. Karya lain dapat digunakan sebagai pemicu munculnya gagasan. Kembangkanlah gagasan tersebut menjadi sesuatu yang unik dan baru. Dengan demikian, kreativitasmu akan terasah.

2. Individual (pribadi)
Artinya memiliki kekhususan ciri dari seniman pembuatnya, yang berbeda dengan seniman lain karena perbedaan pandangan, penghayatan, pengalaman, dan tehnik dalam membuat karya seni. Bandingkanlah karyamu dengan karya temanmu. Objek yang dipakai sebagai pemicu gagasan seni bisa jadi sama. Tapi karena pandangan, penghayatan, pengalaman, dan teknik yang berbeda, hasilnya tentu akan berbeda.

3. Ekspresif
Karya seni merupakan hasil curahan bathin berupa penjabaran dari ide, renungan, perasaan, atau pengalaman seniman. Seni yang tanpa curahan bathin seolah-olah kering dan tak dapat menyentuh perasaan yang menikmatinya.

4. Universal
Karya seni dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, bangsa, dan generasi karena adanya persamaan rasa estetik dan artistik.

5. Survival (tahan lama)
Nilai seni dalam suatu karya seni dapat dinikmati sepanjang masa karena nilai estetikanya bersifat konsisten. Contohnya, karya seni peninggalan zaman kuno, masih bisa kita nikmati sekarang.

Sekarang timbul pertanyaan, apakah setiap karya seni harus mengandung unsur-unsur keindahan dan apakah keindahan pantai Lombang, Sumenep merupakan karya seni? Coba anda jelaskan ke dalam kolom berikut ini.

PENGGUNAAN TATA CAHAYA

Standard

Tata Cahaya
Ada 2 jenis tata cahaya yang utama yang sering dipakai oleh juru kamera, yaitu :
High Key adalah sebuah scene yang penampilannya lebih condong ke cerah. Efek dari tata cahaya high key relative hanya sedikit ada bayangan, tetapi penting juga ada sedikit bagian yang gelap sebagai bahwa indikasi bahwa high key bukan over exposed.
Low Key adalah sebaliknya, hanya bagian – bagian yang pokok yang diberikan cahaya cukup, sedangkan bagian – bagian lainnya ada dalam bayangan gelap. Sering terjadi juga salah pengertian bahwa untuk mendapatkan efek low key ialah dengan membuat under exposed, yang benar adalah perbandingan ratio antara gelap dan terang.
Tata cahaya mempunyai beberapa fungsi, antara lain :
Key Light, merupakan sumber cahaya utama untuk suatu karakter tertentu disuatu tempat dalam scene. Jika objeknya bergerak maka menggunakan beberapa key light
Fill Light, tujuannya untuk mengisi ( fill ) bayangan yang disebabkan oleh key light. Karena harus dihindari agar tidak menimbulkan bayangan baru, maka biasanya ditempatkan dekat kamera. Fill light bisa juga dengan menggunakan sumber cahaya soft. Kualitas dari soft light yang tidak menimbulkan bayangan memberikan kebebasan dalam penempatannya.
Back Light, ditempatkan diatas atau dibelakang objek untuk memberi cahaya diatas kepala atau diatas pundak.
Dalam tata cahaya kadang diperlukan efek khusus. Efek cahaya lain yang sering digunakan adalah Eye Light, sebuah lampu kecil dengan cahaya kuat yang ditempatkan di dekat kamera. Karena cahayanya lemah maka dia menimbulkan fill light di mata actor, disamping refleksinya akan membuat matanya berbinar. Terakhir adalah background light atau set light, untuk memberi cahaya pada tembok atau furniture.

Tata Cahaya/Lampu
Tata cahaya/lampu adalah unsur tata artistik yang cukup penting dalam pertunjukan teater. Sejak ditemukannya lampu sebagai penerangan, manusia menciptakan modifikasi dan menemukan hal-hal baru yang dapat digunakan untuk menerangi panggung pementasan. Seorang penata cahaya/ lampu perlu mempelajari pengetahuan dasar dan penguasaan peralatan tata cahaya/lampu yang selanjutnya dapat diterap-kan dan dikembangkan untuk kepentingan artistik pemang-gungan.

a. Fungsi Tata Cahaya/Lampu
Tata cahaya/lampu yang hadir di atas panggung dan menyinari semua objek sesungguhnya menghadirkan kemung-kinan bagi sutradara, aktor dan penonton untuk saling melihat dan berkomunikasi. Semua objek yang disinari memberikan gambaran yang jelas kepada penonton tentang segala sesu-atu yang akan dikomunikasikan. Dengan cahaya, sutradara dapat menghadirkan ilusi imajinatif. Banyak hal yang bisa difungsikan bekaitan dengan peran tata cahaya/lampu tetapi fungsi dasar tata cahaya/lampu ini ada empat, yaitu pene-rangan, dimensi, pemilihan, dan atmosfir .

Penerangan. Inilah fungsi paling mendasar dari tata cahaya. Lampu memberi penerangan pada pemain dan setiap objek yang ada di atas panggung. Istilah penerangan dalam tata cahaya/panggung bukan hanya sekedar memberi efek terang sehingga bisa dilihat tetapi juga memberi penerangan bagian tertentu dengan intensitas tertentu. Tidak semua area di atas panggung memiliki tingkat terang yang sama tetapi diatur de-gan tujuan dan maksud tertentu sehingga menegaskan pesan yang hendak disampaikan melalui laku aktor di atas pentas.

Dimensi. Dengan tata cahaya/lampu kedalaman sebuah obj-ek dapat dicitrakan. Dimensi dapat diciptakan dengan memba-gi sisi gelap dan terang atas objek yang disinari sehingga membantu perspektif tata panggung. Jika semua objek dite-rangi dengan intensitas yang sama maka gambar yang akan tertangkap oleh mata penonton menjadi datar. Dengan penga-turan tingkat intensitas serta pemilahan sisi gelap dan terang maka dimensi objek akan muncul.

Pemilihan. Tata cahaya/lampu dapat dimanfaatkan untuk menentukan objek dan area yang hendak disinari. Jika dalam film dan televisi sutradara dapat memilih adegan mengguna-kan kamera maka sutradara panggung melakukannya dengan cahaya. Dalam teater, penonton secara normal dapat melihat seluruh area panggung, untuk memberikan fokus perhatian pada area atau aksi tertentu. Pengaturan tata cahaya/lampu ini tidak hanya berpengaruh bagi perhatian penonton tetapi juga bagi para aktor di atas pentas serta keindahan tata pang-gung yang dihadirkan.

Atmosfir. Yang paling menarik dari fungsi tata cahaya/lampu adalah kemampuannya menghadirkan suasana yang mempe-ngaruhi emosi penonton. Kata “atmosfir” digunakan untuk menjelaskan suasana serta emosi yang terkandung dalam pe-ristiwa lakon. Tata cahaya/lampu mampu menghadirkan sua-sana yang dikehendaki oleh lakon. Sejak ditemukannya tek-nologi pencahayaan panggung, efek lampu dapat diciptakan untuk menirukan cahaya bulan dan matahari pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, warna cahaya matahari pagi berbe-da dengan siang hari.

Keempat fungsi pokok tata cahaya di atas tidak berdiri sendiri. Artinya, masing-masing fungsi memiliki interaksi (sa-ling mempengaruhi). Fungsi penerangan dilakukan dengan memilih area tertentu untuk memberikan gambaran dimensi-onal objek, suasana, dan emosi peristiwa.

Selain keempat fungsi pokok di atas, tata cahaya me-miliki fungsi pendukung yang dikembangkan secara berlainan oleh masing-masing ahli tata cahaya. Beberapa fungsi pendu-kung yang dapat ditemukan dalam tata cahaya adalah sebagai berikut.

Gerak. Tata cahaya tidaklah statis. Sepanjang pementasan, cahaya selalu bergerak dan berpindah dari area satu ke area lain, dari objek satu ke objek lain. Gerak perpindahan cahaya ini mengalir sehingga kadang-kadang perubahannya disadari oleh penonton dan kadang tidak. Jika perpindahan cahaya bergerak dari aktor satu ke aktor lain dalam area yang berbe-da, penonton dapat melihatnya dengan jelas. Tetapi perganti-an cahaya dalam satu area ketika adegan tengah berlangsung terkadang tidak secara langsung disadari. Tanpa sadar penon-ton dibawa ke dalam suasana yang berbeda melalui perubah-an cahaya.

Gaya. Cahaya dapat menunjukkan gaya pementasan yang sedang dilakonkan. Gaya realis atau naturalis yang mensya-ratkan detil kenyataan mengharuskan tata cahaya mengikuti cahaya alami seperti matahari, bulan atau lampu meja. Dalam gaya Surealis tata cahaya diproyeksikan untuk menyajikan imajinasi atau fantasi di luar kenyataan seharihari. Dalam pe-mentasan komedi atau dagelan tata cahaya membutuhkan tingkat penerangan yang tinggi sehingga setiap gerak lucu yang dilakukan oleh aktor dapat tertangkap jelas oleh penonton.

Komposisi. Cahaya dapat dimanfaatkan untuk menciptakan lukisan panggung melalui tatanan warna yang dihasilkannya.

Penekanan. Tata cahaya dapat memberikan penekanan ter-tentu pada adegan atau objek yang dinginkan. Penggunaan warna serta intensitas dapat menarik perhatian penonton se-hingga membantu pesan yang hendak disampaikan. Sebuah bagian bangunan yang tinggi yang senantiasa disinari cahaya sepanjang pertunjukan akan menarik perhatian penonton dan menimbulkan pertanyaan sehingga membuat penonton me-nyelidiki maksud dari hal tersebut.

Pemberian tanda. Cahaya berfungsi untuk memberi tanda selama pertunjukan berlangsung. Misalnya, fade out untuk mengakhiri sebuah adegan, fade in untuk memulai adegan dan black out sebagai akhir dari cerita. Dalam pementasan te-ater tradisional, black out biasanya digunakan sebagai tanda ganti adegan diiringi dengan pergantian set.

b. Peralatan Tata Cahaya/Lampu
Kerja tata cahaya/lampu adalah kerja pengaturan sinar di atas pentas. Kecakapan dalam mendisitribusi cahaya ke atas pentas sangat dibutuhkan. Dengan peralatan tata cahaya, kontrol atau kendali atas distribusi cahaya itu dapat dikerjakan. Penata cahaya perlu mengendalikan intensitas, warna, arah, bentuk, ukuran, dan kualitas cahaya serta gerak arus cahaya. Semua kendali itu bisa dimungkinkan karena adanya peralatan tata cahaya/lampu yang memang dirancang untuk tujuan ter-sebut. Penguasaan peralatan tata cahaya/lampu wajib dipela-jari oleh penata cahaya.

SIKAP POSITIF TERHADAP PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

Standard

SIKAP POSITIF TERHADAP PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
Pada waktu Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat membuka sidang pada tanggal 1 Juni 1945, mengemukakan bahwa di antara yang perlu difikirkan oleh para anggota sidang adalah mengenai dasar negara bagi negara yang akan didirikan. Oleh Bung Karno diartikan sebagai dasarnya Indonesia Merdeka (dalam bahasa Belanda “philosofische grondslag”), yang dalam pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 disebutnya Pancasila.
Dalam sidang-sidang berikutnya yang dilanjutkan dalam Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia disepakati oleh para anggota bahwa dasar negara tersebut adalah Pancasila, meskipun tidak disebut secara eksplisit, tetapi rumusan sila-silanya dicantumkan dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia. Begitu penting kedudukan dasar negara bagi cwarga negara dalam hidup berbangsa dan bernegara, oleh karena itu perlu difahami dengan secara mendalam masalah dimaksud.

Dalam perkembangan lebih lanjut, bahwa Pancasila dinyatakan sebagai ideologi terbuka tidaklah diragukan lagi kebenarannya. Sebagai ideologi terbuka Pancasila diharapkan selalu tetap komunikatif dengan perkembangan masyarakatnya yang dinamis dan sekaligus mempermantap keyakinan masyarakat terhadapnya. Dengan demikian, sudah seharusnya Pancasila dibudayakan dan diamalkan, sehingga akan menjiwai serta memberi arah proses pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dengan memperhatikan uraian-uraian tersebut di atas, maka bagi setiap warga negara Indonesia sudah seharusnya mengambil sikap positif terhadap kebenaran Pancasila sebagai ideologi terbuka dengan menunjukkan sikap/perilkau positif sebagai berikut :

1. Sikap dan Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Ketuhanan

Bahwa setiap warga negara Indonesia sudah seharusnya memiliki pola pikir, sikap dan perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan menempatkan Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka setiap warga negara Indonesia diberikan kebebasan untuk memilih dan menentukan sikap dalam memeluk salah satu agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia. Sikap dan perilaku positif nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa sehubungan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara lain :
1. Melaksanakan kewajiban dalam keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Membina kerja sama dan tolong menolong dengan pemeluk agama lain sesuai dengan situasi dan kondisi di lingkungan masing-masing.
3. Mengembangkan toleransi antar umat beragama menuju terwujudnya kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain, dan lain-lain.

2. Sikap dan Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Kemanusiaan

Dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan sifat ideologi Pancasila yang terbuka, maka sikap dan perilaku kita harus senantiasa mendudukkan manusia lain sebagai mitra sesuai dengan harkat dan martabatnya. Hak dan kewajibannya dihormati secara beradab. Dengan demikian tidak akan terjadi penindasan atau pemerasan. Segala aktivitas bersama berlangsung dalam keseimbangan, kesetaraan dan kerelaan. Sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sehubungan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara lain :
1. Memperlakukan manusia/orang lain sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, kedudukan sosial, dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, tenggang rasa dan tidak semena-mena terhadap orang lain.
4. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, seperti : menolong orang lain, memberi bantuan kepada yang membutuhkan, menolong korban banjir, dan lain-lain.

3. Sikap dan Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Persatuan Indonesia

Menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan Indonesia sesuai dengan sifat idelogi Pancasila yang terbuka, mengharuskan setiap warga negara Indonesia agar tetap mempertahankan keutuhan dan tegak-kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita menyadari bahwa negara kesatuan ini memiliki berbagai keanekaragaman (ke-Bhinneka Tunggal Ika-an) dari segi agama, adat, budaya, ras, suku dan sebagainya yang harus didudukkan secara proporsional. Oleh sebab itu, jika terjadi masalah atau konflik kepentingan maka sudah seharusnya kepentingan bangsa dan negara diletakkan di atas kepentingan pribadi, kelompok dan daerah/golongan. Sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan Indonesia sehubungan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara lain :
1. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara jika suatu saat diperlukan.
2. Bangga dan cinta tanah air terhadap bangsa dan negara Indonesia.
3. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
4. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa, dan lain sebagainya.
4. Sikap dan Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai-nilai permusyawaratan/perwakilan mengandung makna bahwa hendaknya kita dalam bersikap dan bertingkahlaku menghormati dan mengedepankan kedaulatan negara sebagai perwujudan kehendak seluruh rakyat. Rakyatlah yang sesungguhnya memiliki kedaulatan atau kedudukan terhormat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sesuai dengan sifat ideologi Pancasila yang terbuka, maka dalam memaknai nilai-nilai permusyawaratan/perwakilan, aspirasi rakyat menjadi pangkal tolak penyusunan kesepakatan bersama dengan cara musyawarah/perwakilan. Apabila dengan musyawarah tidak dapat tercapai kesepakatan, dapat dilakukan pemungutan suara. Setiap keputusan hasil kesepakatan bersama mengikat sedua pihak tanpa kecuali, dan semua pihak wajib melaksanakannya. Sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai permusyawaratan/perwakilan sehubungan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara lain :
1. Mengutamakan musyawarah mufakat dalam setiap mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak, intimidasi dan berbuat anarkhis (merusak) kepada orang/barang milik orang lain jika kita tidak sependapat.
3. Mengakui bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
4. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil rakyat yang telah terpilih untuk melaksanakan musyawarah dan menjalakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, dan lain sebagainya.
5. Sikap dan Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Keadilan Sosial
Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan sosial bagi seluruh rakuat Indonesia yang sesuai dengan sifat Pancasila sebagai ideologi terbuka, hal ini akan mengarah pada terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali. Kesejahteraan harus dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dan merata di seluruh daerah. Dengan demikian, dapat dihindari terjadinya kesenjangan yang mencolok baik dibidang politik, ekonomi maupun sosial budaya. Sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan sosial bagi seluruh Indonesia sehubungan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara lain :
1. Mengembangkan sikap gotong royong dan kekeluargaan dengan lingkungan masyarakat sekitar.
2. Tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan orang lain/umum, seperti : mencoret-coret tembok/pagar sekolah atau orang lain, merusak sarana sekolah/umum, dan sebagainya.
3. Suka bekerja keras dalam memecahkan atau mencari jalan keluar (solusi) masalah-masalah pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.
4. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial melalui karya nyata, seperti : melatih tenaga produktif untuk trampil dalam sablon, perbengkelan, teknologi tepat guna, membuat pupuk kompos, dan sebagainya.

AGAMA

Standard

A. SURAH AL-KAFIRUN
قُلۡ يٰۤاَيُّهَا الۡكٰفِرُوۡنَۙ(1)
لَاۤ اَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُوۡنَۙ(2)
وَلَاۤ اَنۡـتُمۡ عٰبِدُوۡنَ مَاۤ اَعۡبُدُ‌(3)
وَلَاۤ اَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدۡتُّمۡۙ(4)
وَ لَاۤ اَنۡـتُمۡ عٰبِدُوۡنَ مَاۤ اَعۡبُدُ(5)
لَـكُمۡ دِيۡنُكُمۡ وَلِىَ دِيۡنِ(6)

Terjemahan:
1. Katakanlah: Wahai orang-orang yang menyangkal kebenaran (kafir)!
2. Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah,
3. Dan kamu tidak menyembah apa yang aku sembah.
4. Dan aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,
5. Dan kamu pun tidak akan menyembah apa yang aku sembah.
6. Untukmu agamamu dan untukku agamaku!

B. SURAH YUNUS AYAT 40-41
وَ مِنۡهُمۡ مَّنۡ يُّؤۡمِنُ بِهٖ وَمِنۡهُمۡ مَّنۡ لَّا يُؤۡمِنُ بِهٖ‌ؕ وَرَبُّكَ اَعۡلَمُ بِالۡمُفۡسِدِيۡنَ.
وَاِنۡ كَذَّبُوۡكَ فَقُلْ لِّىۡ عَمَلِىۡ وَلَـكُمۡ عَمَلُكُمۡ‌ۚ اَنۡـتُمۡ بَرِيۡٓــُٔوۡنَ مِمَّاۤ اَعۡمَلُ وَاَنَا بَرِىۡٓءٌ مِّمَّا تَعۡمَلُوۡنَ‏

Terjemahan:
40. Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al-Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Rabbmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. 10:40)

41. Jika mereka mendustaka kamu, maka katakanlah: Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. 10:41)

IPA

Standard

Organisme Autotrof dan Heterotrof

Organisme Autotrof dan Heterotrof adalah jenis Klasifikasi makhluk hidup (organisme) berdasarkan cara memperoleh makanan. Berikut ini selengkapnya tentang Organisme Autotrof dan Heterotrof.

a. Organisme Autotrof

Organisme autotrof adalah organisme yang mampu membuat makanannya sendiri dari bahan anorganik yang tersedia di alam. Bahan-bahan anorganik tersebut diolah dan diubah menjadi bahan organik yang dibutuhkan oleh organisme untuk kelangsungan hidupnya. Contoh organisme autotrof adalah tumbuhan hijau. Tumbuhan hijau adalah organisme yang mampu membuat makanannya sendiri melalui proses fotosintesis. Fotosintesis adalah proses pembentukan senyawa organik dari senyawa anorganik dengan bantuan cahaya. Reaksi fotosintesis terjadi di dalam klorofil. Secara sederhana, proses fotosintesis dapat dirumuskan:

6 CO2 + 6 H2O menghasilkan C6H12O6 + 6 O2 + Energi

Hasil fotosintesis berupa glukosa (karbohidrat) yang digunakan sendiri oleh tumbuhan. Glukosa yang dihasilkan akan diubah menjadi zat tepung atau pati dan disimpan sebagai cadangan makanan. Cadangan makanan inilah yang dapat dikonsumsi manusia dan hewan. Tidak semua tumbuhan hijau yang dapat melakukan fotosintesis merupakan organisme autotrof. Ada tumbuhan tertentu yang mendapatkan makanan dengan cara menguraikan organisme lain, walau tumbuhan tersebut mempunyai klorofil, contohnya kantong semar, Utricularia sp, dan Drosera sp. Tumbuhan ini termasuk dalam golongan organisme heterotrof.

b. Organisme Heterotrof

Organisme Heterotrof adalah organisme yang tidak dapat membuat makanannya sendiri. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan makanannya, organisme ini bergantung pada organisme lain. Organisme heterotrof meliputi konsumen dan dekomposer. Berdasarkan makanannya, konsumen yang merupakan organisme heterotrof dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu:

Herbivora, yaitu hewan pemakan tumbuhan. Contoh herbivora adalah kambing, sapi, dan rusa.
Karnivora, yaitu hewan pemakan daging. Contoh karnivora adalah kucing, harimau, serigala, dan beruang.
Omnivora, yaitu hewan pemakan segala, baik tumbuhan maupun daging. Contoh omnivora adalah tikus dan musang.

BAHASA INDONESIA

Standard

PENANTIAN

Gadis itu masih duduk dibawah pohon mempelai ditepi jalan tak jauh dari terminal bus yang selalu hingar bingar. Raut wajahnya yang cantik masih tampak nyata meski kini telah menjadi kusam lantaran tak pernah lagi tersentuh bedak, begitu pula rambutnya yang sedikit ikal dan tampaknya sedap untuk dibelai, kusut bergerai tersapu angin pelan – pelan jarinya membuka tas cantik ang bergolek dipangkuannya sambil matanya melirik kekiri dan kekanan seolah – olah ia takut kalau ada yang memata – matainya, sejenak ia menarik nafas lega saat foto keluar yang diiringi dengan senyuman bagaikan menyenyumi wajah pemuda tampan yang terpampang disitu.
“ mas aku rindu sekali, aku kangen , kapan engkau datang mas?.”
Kisah miris keluar dari bibirnya, yang kedua sebentar – sebentar menahan kisah tangis.
“ aku , aku telah lama menunggu disini seperti pesanmu, aku harus selalu sabar menunggu.”
Sesaat kemudian gadis itu menatap tajam mobil – mobil yang lalu lalang ditempatnya, terlebih lagi jika yang lewat itu mobil sedan biru, jantungnya berdebar – debar dan sesudah itu kali ia akan berlari mengejarnya.
“ mas, mas tunggu aku mas.“
Tapi siapa yang mau menggubrisnya menghentikan mobil dan membukakan pintu buat gadis yang kusam itu, meraka malah mengumbar dan melaju secepatnya lantaran menghindari hal – hal yang tidak diinginkan. Gadis itu kecewa , tiada mobil yang sudi berhenti untuknya, iapun berhenti berlarian mengejar mobil – mobil, bisa jadi lantaran lelah mana mungkin juga ia mungkin sadar. Tak seperti dulu beberapa tahun lalu ketika ia pertama kali bertemu dengan Hari ditempat yang sama tak jauh dari terminal bis, saat itu ia memang benar – benar kaget karena tiba – tiba mobil sedan biru berhenti didekatnya.
“adek, bolehkah saya bertanya?”
“oh tentu saja.”
“saya hampir kehabisan bensin, sudikah adek menunjukan tempat penjualan bensin?”
Pemuda itu berkata seraya membuka pintu mobilnya, wajahnya yang tampan menyorotkan sinar kejujuran dan ii tak segan Titi Sari duduk disebelahnya.
“terima kasih, kenalkan saya Hari Setia Panggil saja Hari” ujar pemuda seraya mengukurkan tangan.
“saya Titi, Titi Sari” seraya si gadis menjabat tangan pemuda, sejenak keduanya terdiam, namun kedua dada mereka dialog gencar lebih berarti dari padaseribu kata yang terucap lewat bibir. Bagi Hari sendiri Titi Sari merupakan potret idaman hatinya, rambutnya yang setengah ikal tersanggul sederhana da beberapa bagian dibiarkan terlepas menutup tengkuknya, bibirnya yang tipis memerah asli bukan polesan lipstik seperti gadis kota, begitu pula kepalnya yang sangat sederhana yang membuat itu begitu indah dihati Hari.
Itulah pengalaman pertama Titi Sari seorang gadis desa duduk didalam mobil mewah ditemani pemuda tampan yang sopan dan baik hati. Titi Sari diantar pulang oleh Hari dan mobilna berhenti ditempat semula.
“bolehkah saya bertemu lagi dengan Titi ditempat ini?”
Hari memberanikan bertanya, namun Titi Sari seperti berat mengiyakan, ia menundukkan kepala sementara ibu kakinya mengores – goreskan ditanah. Hari tersenyum.
“bagaimana, bolehkan?”
Titi Sari akhinya menganggukan kepala sebagai tanda setuju. Maka perjumpaan berikutnya berlalu dengan manisnya, setiap kali Titi Sari selalu menanti dibawah pohon mempelai dekat terminal dan setiap kali pula hatinya berdebar keras jika Hari dan sedan biruya muncul serta berhenti didekatnya, percintaan mereka seperti dalam cerita saja, Suci , Syahdu, meski diwarnai oleh kekontrasan yang mencolok, Hari orang kota anak orang kaya, dan sebentar lagi meraih gelar Insinyur, sedang Titi anak orang desa miskin dan sekolahnya hanya sampai sekolah dasar.
“ ahh.. rasanya seperti khayalan mimpi saja, jika saya mengharapkan mas Hari benar- benar sudi mempersunting saya anak orang desa yang mis..”
Kata – kata Titi Sari berhenti ketika telunjuk Hari menutupi bibirnya.
“jangan teruskan kata – kata itu Titi, aku tak perduli, sekalipun engkau hanya anak desa.”
Lekas Hari menyakinkan.
“sudah bukan zamanya untuk membeda – bedakan derajat dan kekayaan dalam mempersatukan hati yang bercinta, kau tak perlu lagi bimbang Titi.”
Butiran air mata mengembun disudut mata Titi lalu meleleh jatuh dipipi, ia merebahkan kepalanya didada Hari, satu kemantapan yang semakin kooh dihati Titi bahwa Hari adalah benar – benar ditakdirkan untuk mencintainya, namun harapan seringkali bertentangan dengan kenyataan, ketika orang tua Hari mengetahui percintaan anaknya dengan gadis desa miskin itu. Merakapun langsung menentangnya.
“ingat Hari kau jangan terlalu menuruti kenginanmu tanpa persetujuan orang tua, mau kau taruh mana harga diri orang tuamu ini, bayangakan kelak jika kau memperistri orang desa itu, dan kedudukanmu sebagai orang yang penting di masyarakat akan memudar lantaran dia hanya lulusan sekolah dasar.” Camkan ayahnya.
Hari mecoba menentang orang tuanya namun ia tak berdaya ,kekuasaan ayahnya terlalu kuat, bagaikan hempasan badai yang tak pernah surut, dan Hari pasti akan terhempas di batu karang jika berani menentangnya.
Suatu siang selagi Titi menunggu dibawah pohon mempelai didekat terminal, seorang laki – laki tua mucul.
“ kau akan sia – sia menunggu Hari nak, dia telah pergi jauh dan tidak mencintaimu lagi, lupakan dia nak demi kebaikanmu sendiri dan juga kebaikannya.”
“Tidak, Tidak, ia telah berjanji akan menjadi suamiku.”
Titi berlari sambil berteriak menjauhi orang tua itu.
“kau pasti bohong, bohong..!!.”
Siang itu Titi lagi menatap potret Hari digenggamanya, Hari seolah tersenyum seperti biasanya setiap ia menghentikan mobil dan membukakan pintu mempersilahkan Titi masuk kedalam , lalu Titi pun ikut tersenyum panjang, dan semakin panjang disertai tawa keras diampur suara mobil yang lalu lalangt tetapi kini siapa yangsudimemperhatikan gadis malang yang selalu menanti dibawah pohon mempelai didekat terminal , Siapa?

BAHASA INGGRIS

Standard

CINDERELLA

ONCE there was a gentleman who married, for his second wife, the proudest and most haughty woman that was ever seen. She had, by a former husband, two daughters of her own humor, who were, indeed, exactly like her in all things. He had likewise, by another wife, a young daughter, but of unparalleled goodness and sweetness of temper, which she took from her mother, who was the best creature in the world.

No sooner were the ceremonies of the wedding over but the mother-in-law began to show herself in her true colors. She could not bear the good qualities of this pretty girl, and the less because they made her own daughters appear the more odious. She employed her in the meanest work of the house: she scoured the dishes, tables, etc., and scrubbed madam’s chamber, and those of misses, her daughters; she lay up in a sorry garret, upon a wretched straw bed, while her sisters lay in fine rooms, with floors all inlaid, upon beds of the very newest fashion, and where they had looking-glasses so large that they might see themselves at their full length from head to foot.

The poor girl bore all patiently, and dared not tell her father, who would have rattled her off; for his wife governed him entirely. When she had done her work, she used to go into the chimney-corner, and sit down among cinders and ashes, which made her commonly be called Cinderwench; but the youngest, who was not so rude and uncivil as the eldest, called her Cinderella. However, Cinderella, notwithstanding her mean apparel, was a hundred times handsomer than her sisters, though they were always dressed very richly.

It happened that the King’s son gave a ball, and invited all persons of fashion to it. Our young misses were also invited, for they cut a very grand figure among the quality. They were mightily delighted at this invitation, and wonderfully busy in choosing out such gowns, petticoats, and head-clothes as might become them. This was a new trouble to Cinderella; for it was she who ironed her sisters’ linen, and plaited their ruffles; they talked all day long of nothing but how they should be dressed.

“For my part,” said the eldest, “I will wear my red velvet suit with French trimming.”

“And I,” said the youngest, “shall have my usual petticoat; but then, to make amends for that, I will put on my gold-flowered manteau, and my diamond stomacher, which is far from being the most ordinary one in the world.”
They sent for the best tire-woman they could get to make up their head-dresses and adjust their double pinners, and they had their red brushes and patches from Mademoiselle de la Poche.

Cinderella was likewise called up to them to be consulted in all these matters, for she had excellent notions, and advised them always for the best, nay, and offered her services to dress their heads, which they were very willing she should do. As she was doing this, they said to her:

“Cinderella, would you not be glad to go to the ball?”

“Alas!” said she, “you only jeer me; it is not for such as I am to go thither.”
“Thou art in the right of it,” replied they; “it would make the people laugh to see a Cinderwench at a ball.”

Anyone but Cinderella would have dressed their heads awry, but she was very good, and dressed them perfectly well They were almost two days without eating, so much were they transported with joy. They broke above a dozen laces in trying to be laced up close, that they might have a fine slender shape, and they were continually at their looking-glass. At last the happy day came; they went to Court, and Cinderella followed them with her eyes as long as she could, and when she had lost sight of them, she fell a-crying.

Her godmother, who saw her all in tears, asked her what was the matter.
“I wish I could–I wish I could–”; she was not able to speak the rest, being interrupted by her tears and sobbing.

This godmother of hers, who was a fairy, said to her, “Thou wishest thou couldst go to the ball; is it not so?”

“Y–es,” cried Cinderella, with a great sigh.

“Well,” said her godmother, “be but a good girl, and I will contrive that thou shalt go.” Then she took her into her chamber, and said to her, “Run into the garden, and bring me a pumpkin.”

Cinderella went immediately to gather the finest she could get, and brought it to her godmother, not being able to imagine how this pumpkin could make her go to the ball. Her godmother scooped out all the inside of it, having left nothing but the rind; which done, she struck it with her wand, and the pumpkin was instantly turned into a fine coach, gilded all over with gold.

She then went to look into her mouse-trap, where she found six mice, all alive, and ordered Cinderella to lift up a little the trapdoor, when, giving each mouse, as it went out, a little tap with her wand, the mouse was that moment turned into a fine horse, which altogether made a very fine set of six horses of a beautiful mouse-colored dapple-gray. Being at a loss for a coachman,

“I will go and see,” says Cinderella, “if there is never a rat in the rat-trap–we may make a coachman of him.”

“Thou art in the right,” replied her godmother; “go and look.”

Cinderella brought the trap to her, and in it there were three huge rats. The fairy made choice of one of the three which had the largest beard, and, having touched him with her wand, he was turned into a fat, jolly coach- man, who had the smartest whiskers eyes ever beheld. After that, she said to her:

“Go again into the garden, and you will find six lizards behind the watering-pot, bring them to me.”

She had no sooner done so but her godmother turned them into six footmen, who skipped up immediately behind the coach, with their liveries all bedaubed with gold and silver, and clung as close behind each other as if they had done nothing else their whole lives. The Fairy then said to Cinderella: “Well, you see here an equipage fit to go to the ball with; are you not pleased with it?”

“Oh! yes,” cried she; “but must I go thither as I am, in these nasty rags?”

Her godmother only just touched her with her wand, and, at the same instant, her clothes were turned into cloth of gold and silver, all beset with jewels. This done, she gave her a pair of glass slippers, the prettiest in the whole world. Being thus decked out, she got up into her coach; but her godmother, above all things, commanded her not to stay till after midnight, telling her, at the same time, that if she stayed one moment longer, the coach would be a pumpkin again, her horses mice, her coachman a rat, her footmen lizards, and her clothes become just as they were before.

She promised her godmother she would not fail of leaving the ball before midnight; and then away she drives, scarce able to contain herself for joy. The King’s son who was told that a great princess, whom nobody knew, was come, ran out to receive her; he gave her his hand as she alighted out of the coach, and led her into the ball, among all the company. There was immediately a profound silence, they left off dancing, and the violins ceased to play, so attentive was everyone to contemplate the singular beauties of the unknown new-comer. Nothing was then heard but a confused noise of:

“Ha! how handsome she is! Ha! how handsome she is!”

The King himself, old as he was, could not help watching her, and telling the Queen softly that it was a long time since he had seen so beautiful and lovely a creature.

All the ladies were busied in considering her clothes and headdress, that they might have some made next day after the same pattern, provided they could meet with such fine material and as able hands to make them.

The King’s son conducted her to the most honorable seat, and afterward took her out to dance with him; she danced so very gracefully that they all more and more admired her. A fine collation was served up, whereof the young prince ate not a morsel, so intently was he busied in gazing on her.

She went and sat down by her sisters, showing them a thousand civilities, giving them part of the oranges and citrons which the Prince had presented her with, which very much surprised them, for they did not know her. While Cinderella was thus amusing her sisters, she heard the clock strike eleven and three-quarters, whereupon she immediately made a courtesy to the company and hasted away as fast as she could.

When she got home she ran to seek out her godmother, and, after having thanked her, she said she could not but heartily wish she might go next day to the ball, because the King’s son had desired her.

As she was eagerly telling her godmother whatever had passed at the ball, her two sisters knocked at the door, which Cinderella ran and opened.

“How long you have stayed!” cried she, gaping, rubbing her eyes and stretching herself as if she had been just waked out of her sleep; she had not, however, any manner of inclination to sleep since they went from home.

“If thou hadst been at the ball,” said one of her sisters, “thou wouldst not have been tired with it. There came thither the finest princess, the most beautiful ever was seen with mortal eyes; she showed us a thousand civilities, and gave us oranges and citrons.”

Cinderella seemed very indifferent in the matter; indeed, she asked them the name of that princess; but they told her they did not know it, and that the King’s son was very uneasy on her account and would give all the world to know who she was. At this Cinderella, smiling, replied:

“She must, then, be very beautiful indeed; how happy you have been! Could not I see her? Ah! dear Miss Charlotte, do lend me your yellow suit of clothes which you wear every day.”

“Ay, to be sure!” cried Miss Charlotte; “lend my clothes to such a dirty Cinderwench as thou art! I should be a fool.”

Cinderella, indeed, expected well such answer, and was very glad of the refusal; for she would have been sadly put to it if her sister had lent her what she asked for jestingly.

The next day the two sisters were at the ball, and so was Cinderella, but dressed more magnificently than before. The King’s son was always by her, and never ceased his compliments and kind speeches to her; to whom all this was so far from being tiresome that she quite forgot what her godmother had recommended to her; so that she, at last, counted the clock striking twelve when she took it to be no more than eleven; she then rose up and fled, as nimble as a deer. The Prince followed, but could not overtake her. She left behind one of her glass slippers, which the Prince took up most carefully. She got home but quite out of breath, and in her nasty old clothes, having nothing left her of all her finery but one of the little slippers, fellow to that she dropped. The guards at the palace gate were asked:

If they had not seen a princess go out.

Who said: They had seen nobody go out but a young girl, very meanly dressed, and who had more the air of a poor country wench than a gentlewoman.

When the two sisters returned from the ball Cinderella asked them: If they had been well diverted, and if the fine lady had been there.

They told her: Yes, but that she hurried away immediately when it struck twelve, and with so much haste that she dropped one of her little glass slippers, the prettiest in the world, which the King’s son had taken up; that he had done nothing but look at her all the time at the ball, and that most certainly he was very much in love with the beautiful person who owned the glass slipper.

What they said was very true; for a few days after the King’s son caused it to be proclaimed, by sound of trumpet, that he would marry her whose foot the slipper would just fit. They whom he employed began to try it upon the princesses, then the duchesses and all the Court, but in vain; it was brought to the two sisters, who did all they possibly could to thrust their foot into the slipper, but they could not effect it. Cinderella, who saw all this, and knew her slipper, said to them, laughing:

“Let me see if it will not fit me.”

Her sisters burst out a-laughing, and began to banter her. The gentleman who was sent to try the slipper looked earnestly at Cinderella, and, finding her very handsome, said:

It was but just that she should try, and that he had orders to let everyone make trial.

He obliged Cinderella to sit down, and, putting the slipper to her foot, he found it went on very easily, and fitted her as if it had been made of wax. The astonishment her two sisters were in was excessively great, but still abundantly greater when Cinderella pulled out of her pocket the other slipper, and put it on her foot. Thereupon, in came her godmother, who, having touched with her wand Cinderella’s clothes, made them richer and more magnificent than any of those she had before.

And now her two sisters found her to be that fine, beautiful lady whom they had seen at the ball. They threw themselves at her feet to beg pardon for all the ill- treatment they had made her undergo. Cinderella took them up, and, as she embraced them, cried:

That she forgave them with all her heart, and desired them always to love her.

She was conducted to the young prince, dressed as she was; he thought her more charming than ever, and, a few days after, married her. Cinderella, who was no less good than beautiful, gave her two sisters lodgings in the palace.

Summary:
Once upon a time,there is a little girl called cinderella,she was pretty loving and clever.But she was very poor,she lived with her step mother and step sister.They were very mean.
They hated cinderella very much,fortunately she met a prince,he fill in love with her.Then cinderella became a princess.They livid happily ever after.